Laman

klik iklan ini

Minggu, 31 Oktober 2010

Anak Anak Gembel

Gambaran Umum Lokasi Penelitian anak gembel

Dalam penelitian ini lokasi dibedakan menjadi dua, yaitu pertama, lokasi berlangsungnya proses penggalian data dengan responden remaja dan  kedua, untuk responden orang tua atau keluarga. Untuk lokasi responden remaja, peneliti melacak tempat-tempat yang biasa dikunjungi remaja berdasarkan informasi dari berbagai sumber (media cetak, elektronik maupun LSM lokal). Dari penelitian ini diperoleh 12 jenis lokasi dari tujuh kota besar, yaitu plaza dan mall, diskotik, cafe, rumah makan, pertokoan dan pasar, sekitar TMP, pinggir jalan raya, pantai, taman kota dan alun-alun, stasiun KA dan terminal, kompleks hotel dan bioskop.
Pada umumnya para remaja mengunjungi plaza, mall, diskotik, cafe, pantai dan bioskop. Tempat-tempat tersebut memberikan pemenuhan kebutuhan sosial maupun psiko-sosial bagi remaja tersebut. Setelah melakukan aktivitas (bekerja atau sekolah) remaja mengunjungi tempat-tempat tersebut untuk melepaskan beban psikisnya bersama teman-temannya. Berbeda dengan jenis tempat sebelumnya, rumah makan, pertokoan dan pasar, stasiun KA dan terminal serta pinggiran jalan raya  merupakan tempat-tempat yang pada umumnya memberikan pemenuhan kebutuhan sosial maupun ekonomis. Pada umumnya di tempat-tempat ini para  remaja melakukan aktivitas ekonomis seperti menjadi tukang parkir, semir sepatu, pedagang asongan, dan pengamen. Meskipun demikian, sebagian remaja wanita ada yang memperoleh pemenuhan kebutuhan ekonomis di tempat-tempat seperti diskotik, cafe, kompleks hotel, bioskop dan pantai, antara lain  sebagai penjaja seks. Sebagian yang lain minum minuman keras dan menggunakan narkotika. Begitu juga pada sebagian remaja laki-laki, tempat-tempat tersebut untuk melakukan tingkah laku tuna sosial seperti minum minuman keras, menggunakan narkotika dan melakukan transaksi seksual. Sebagian dari remaja laki-laki maupun perempuan ada yang pulang semaunya. Sebagian yang lain, bahkan jarang sekali pulang. Mereka hidup di jalanan, emperan pertokoan, plaza dan mall atau di stasiun KA dan terminal bus, yang sudah layaknya seperti rumah bagi mereka.
 Kemudian untuk menemukan responden orang tua, peneliti melacak dari responden remaja. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa populasi dan sampling untuk remaja maupun orang tua (keluarga) adalah mereka yang berdomisili di wilayah Kota. Karena itu pada saat penjangkauan di lapangan, terjadi proses seleksi, dimana remaja yang tinggal di luar Kota tidak diambil sebagai responden penelitian.  Dengan bantuan LSM setempat melalui teknik snow ball, akhirnya dapat diperoleh responden remaja dan orang tuanya yang berdomisili di  3 - 4 wilayah kecamatan dalam satu Kota.

Identitas Responden

Responden Keluarga
Kriteria keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak remaja atau pada usia 13-18 tahun. Sebagian besar responden berdomisili di daerah yang dekat pusat kegiatan ekonomi maupun sosial warga kota. Dilihat dari sisi umur, pada umumnya responden secara ekonomis termasuk ke dalam kelompok produktif, yaitu berkisar 40 - 55 tahun.
Kemudian dilihat dari tingkat pendidikan formal, sebanyak 66,67% ayah memiliki tingkat pendidikan SLTA dan AK/PT. Data ini menggambarkan, bahwa tingkat pendidikan ayah yang terjangkau dalam penelitian ini dapat dikatakan kategori tinggi. Sedangkan tingkat pendidikan ibu, sebanyak 60% pada jenjang pendidikan SLTP dan SLTA atau dapat dikatakan pada kategori sedang. 
Dilihat dari jenis pekerjaan, jenis pekerjaan ayah yaitu pemulung, buruh, dagang, swasta, TNI/POLRI dan tidak bekerja. Dari jenis-jenis pekerjaan tersebut, persentase tertinggi pada jenis pekerjaan swasta (40 %). Sedangkan jenis pekerjaan ibu, yaitu buruh, dagang, swasta dan tidak bekerja. Dari  jenis-jenis pekerjaan tersebut, persentase tertinggi tidak bekerja (56.67 %).
Kemudian dilihat dari besarnya penghasilan, sebanyak 33% berpenghasilan kurang dari Rp. 500.000, sebanyak 50 % berpenghasilan antara Rp. 500.000 – Rp.1.000.000 dan sebanyak 17% berpenghasilan di atas Rp. 1.000.000.
Selanjutnya, dilihat dari lingkungan tempat tinggal sebanyak 66.67% keluarga menempati perumahan dan perkampungan, atau tempat tinggal yang relatif lebih baik. Sementara itu sebanyak 33.33% atau sepertiga responden tinggal di lingkungan kumuh. Dari keseluruhan rensponden, sebanyak  66,67% sudah menempati sendiri, meskipun di antara rumah itu dalam kondisi darurat.
Responden Remaja
Responden remaja menurut pendidikan, persentase tertinggi pada jenjang pendidikan SLTP (sebanyak 43.33%), SLTA sebanyak 36,67%, SD sebanyak 16.67%, SD sebanyak 16.67% dan tidak tamat SD sebanyak 3.33%.  Dari jumlah responden seluruhnya, yang masih sekolah (SLTP dan SLTA) sebanyak 56.67%.
Sebagian besar responden tinggal bersama orang tua (83,33%) kemudian numpang dengan orang lain (13,33%)  diantaranya adalah tinggal dengan nenek, dengan saudara sepupu dan dengan kakak, hanya 3,33% responden yang menyatakan ngontrak.

Pelaksanaan Fungsi Keluarga

Fungsi  Ekonomis
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa salah satu fungsi keluarga adalah memenuhi kebutuhan nafkah atau ekonomi anggota keluarganya. Kebutuhan ekonomi ini seringkali dioperasionalkan ke dalam kebutuhan sosial dasar, seperti kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa tidak semua keluarga mampu memenuhi kebutuhan ekonomi anggotanya disebabkan oleh berbagai faktor.
Dalam upaya keluar dari masalah, keluarga mengembangkan suatu strategi atau coping strategy dari kondisi tersebut. Dimana keluarga tersebut memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk melaksanakan kegiatan ekonomi informal. Jenis kegiatan ekonomi informal dimaksud seperti pemulung, menyemir sepatu, mengamen, mengemis dan asongan serta melakukan pelacuran.

Dilihat dari struktur keluarga, sebagian besar (66,67 %) termasuk ke dalam keluarga kecil, yang terdiri dari unsur ayah, ibu dan anak-anak. Namun demikian, sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya, bahwa jumlah tanggungan responden cukup besar. Sebanyak 43,33%  keluarga memiliki jumlah tanggungan sebanyak 4 orang lebih.

Karena itu, meskipun mereka sebagian besar termasuk keluarga kecil, namun terdapat keluarga yang persentasenya cukup besar berpotensi memiliki permasalahan dalam mengembangkan hubungan sosial, pembagian kerja dan pemenuhan kebutuhan sosial dasar. 
Karena peranan ayah sebagai kepala keluarga dan bertugas mencari nafkah, secara konvensional ayah memposisikan dirinya sebagai orang yang paling dominan memegang kendali keluarga. Dalam penelitian ini diketahui, bahwa sebanyak 40% ayah mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan keluarga. Sebagimana dikemukakan terdahulu, bahwa perubahan sosial budaya telah merubah pola-pola manajemen keluarga. Karena itu, dominasi ayah dalam mengelola keluarga menjadi tidak mutlak. Sebagaimana hasil penelitian ini, bahwa sebanyak 30% keluarga tidak ada yang memiliki posisi dominan. Artinya, dalam keluarga ini segala kegiatan dan keputusan sudah dilaksanakan secara kolektif antara ayah, ibu dan anak-anak.

Anak Anak jalanan

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembangnya remaja. Dengan kata lain, secara ideal perkembangan remaja akan optimal apabila mereka bersama keluarganya. Tentu saja keluarga yang dimaksud adalah keluarga yang harmonis, sehingga remaja memperoleh berbagai jenis kebutuhan, seperti kebutuhan fisik-organis, sosial maupun psiko-sosial.
Uraian tersebut merupakan gambaran ideal sebuah keluarga. Pada kenyataannya, tidak semua keluarga dapat memenuhi gambaran ideal tersebut. Perubahan sosial, ekonomi dan budaya dewasa ini telah  banyak memberikan hasil yang menggembirakan dan berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian pada waktu bersamaan, perubahan-perubahan tersebut membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi keluarga. Misalnya Adanya gejala perubahan cara hidup dan pola hubungan dalam keluarga karena  berpisahnya suami/ibu dengan anak dalam waktu yang lama setiap harinya. Kondisi yang demikian ini menyebabkan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota keluarga menjadi kurang intens. Hubungan kekeluargaan yang semula kuat dan erat, cenderung longgar dan rapuh . Ambisi karier dan materi yang tidak terkendali, telah mengganggu hubungan interpersonal dalam keluarga.
Dalam kaitannya dengan permasalahan remaja, rintangan perkembangan remaja menuju kedewasaan itu ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi anak diwaktu kecil di lingkungan rumah tangga dan lingkungan masyarakat, dimana anak itu hidup dan berkembang. Jika seseorang individu dimasa kanak-kanak banyak mengalami rintangan hidup dan kegagalan, maka frustrasi dan konflik yang pernah dialaminya dulu itu merupakan penyebab utama timbulnya kelainan-kelainan tingkah laku seperti kenakalan remaja, kegagalan penyesuaian diri dan kelakuan kejahatan. Ekspresi meningkatnya emosi ini dapat berupa sikap bingung, agresivitas yang meningkat dan rasa superior yang terkadang dikompensasikan dalam bentuk tindakan yang negatif seperti pasif dalam segala hal, apatis, agresif secara fisik dan verbal, menarik diri, dan melarikan diri dari realita ke minuman alkohol, ganja atau narkoba, dan lain-lain.
Dewasa ini permasalahan remaja masih cukup menonjol, baik kualitas maupun kuantitasnya. Tidak kurang Presiden RI, Megawati Soekarno Putri, mengkhawatirkan kondisi remaja pada saat ini. Dikemukakan bahwa berbagai fenomena kegagalan sekarang ini antara lain disebabkan pembinaan keluarga yang gagal. Lebih jauh dijelaskan  bahwa dari 15.000 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan oleh remaja (Media Indonesia, 30 Juni, hal; 16). Selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa jumlah prostitusi anak juga cukup besar. Departemen Sosial memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60 % dari 71.281 orang. Unicef Indonesia menyebut angka 30 % dari 40-150.000; dan Irwanto menyebut angka 87.000 pelacur anak atau 50% dari total penjaja seks (Sri Wahyuningsih, 2003).
Menyadari bahwa di satu sisi keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dan utama bagi tumbuh kembang remaja, pada sisi lain remaja merupakan potensi dan sumber daya manusia pembangunan di masa depan, maka diperlukan program yang terencana. Program terencana dimaksud akan dapat dicapai, apabila tersedia data dan informasi yang obyektif dan aktual tentang permasalahan keluarga maupun remaja. Dalam kerangka itu, maka diperlukan penelitian.
 Dalam upaya memperoleh data dan informasi yang obyektif, ada sejumlah pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu (1) bagaimana pelaksanaan fungsi keluarga?, (2) bagaimana pandangan keluarga tentang kenakalan remaja?, (3) bagaimana kondisi kehidupan sosial remaja?, (4) bagaimana pandangan remaja tentang pola asuh dalam keluarga dan kenakalan remaja?, dan (5) program apa saja yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun Organisasi Sosial dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pemberdayaan keluarga dan remaja? Sejumlah pertanyaan penelitian tersebut  kemudian menjadi landasan perumusan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan dalam upaya mendeskripsikan pelaksanaan fungsi keluarga, dan implikasinya terhadap kehidupan sosial  remaja serta upaya pencegahan dan penanganannya, baik dalam keluarga, oleh pemerintah maupun Organisasi Sosial dan atau Lembaga Swadaya Masyarakat lokal (Irawan Soehartono, 1995).
Penelitian dilaksanakan di tujuh kota, yaitu Medan, DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Sulawesi Selatan dan Pontianak. Ketujuh kota tersebut dipilih secara purposive dengan alasan bahwa angka kenakalan remaja cukup signifikan. Adapun yang menjadi sampel yaitu (a) keluarga (orang tua) yang memiliki anak remaja (usia 13 – 18 tahun) yang berpotensi berperilaku tuna sosial (nakal), dalam wilayah kota, dan (b) remaja usia 13-18 tahun yang berpotensi berperilaku tuna sosial (nakal), dalam wilayah kota, melakukan aktivitas sosial maupun ekonomis di pusat-pusat kegiatan ekonomis maupun sosial. Penentuan “berpotensi berperilaku tuna sosial” berdasarkan pemantauan LSM setempat.
Penentuan sample dengan teknik snow ball, mengingat belum tersedianya data yang memadai untuk dua kategori populasi tersebut (Irawan Soehartono, 1995). Mekanisme kerja dari penggunaan teknik ini, pertama peneliti menemukan seorang responden dan dari responden pertama tersebut diperoleh responden kedua dan seterusnya, hingga tercapai jumlah responden sebanyak yang ditentukan. Penentuan sampel penelitian ini di lapangan banyak dibantu oleh Organisasi Sosial atau Lembaga Swadaya Masyarakat yang memiliki program pemberdayaan keluarga dan remaja di perkotaan. Untuk responden orang tua (keluarga) pada masing-masing kota adalah 30 orang, dan responden remaja (13–18 tahun) sebanyak 30 orang. Kemudian penentuan sampel Orsos/LSM secara purposive dengan kriteria, LSM yang memiliki program pemberdayaan keluarga dan remaja di perkotaan serta telah operasional minimal dua tahun, masing-masing lokasi sebanyak 3 Orsos/LSM. Selanjutnya informan instansi pemerintah masing-masing propinsi 2 instansi. Total responden sebanyak 455 orang.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi, wawancara terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan, dan pengamatan pada kondisi atau lingkungan tempat tinggal responden. Selanjutnya data dan informasi yang sudah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif. Sebuah analisis  dalam bentuk naratif dan didukung dengan angka dalam bentuk persentase.